SUMATERA, URBANFEED - Warga di Sumatera Utara, yang menjadi korban bencana banjir bandang dan longsor sejak akhir pekan lalu, terpantau melakukan penjarahan di minimarket. Aksi itu terjadi Sabtu (29/11/2025), ketika ratusan warga tampak berbondong-bondong memasuki toko ritel modern untuk mengambil sembako seperti beras, mie instan, dan air mineral — barang-barang pokok yang dianggap mendesak.
Video amatir aksi tersebut sempat viral di media sosial, memperlihatkan rak-rak kosong, suasana panik, dan kerumunan warga yang menggasak barang dari dalam minimarket di lokasi seperti Sarudik dan Simpang Tukka (Tapteng), serta di Sibolga.
Menurut laporan, penjarahan ini berlangsung ketika distribusi bantuan logistik belum menjangkau sejumlah area terdampak menyebabkan krisis pangan di antara warga yang mengungsi atau mengungsi mandiri.
Penyebab: Krisis Pangan & Terputusnya Akses Logistik
Peristiwa penjarahan ini diduga muncul akibat keterlambatan dan ketidakmerataan bantuan pascabanjir dan longsor. Banyak warga menyebut bahwa stok sembako telah menipis, sementara akses jalan menuju Sibolga dan Tapteng rusak parah memutus jalur suplai barang serta distribusi bantuan.
Seorang warga Tapteng yang dihubungi wartawan mengatakan bahwa mereka terpaksa “berjuang sendiri” memenuhi kebutuhan makan dan air bersih, karena belum ada kepastian pasokan dari pemerintah daerah maupun provinsi.
Respons Aparat & Kondisi di Lapangan
Polda Sumatera Utara (Polda Sumut) melalui Kabid Humas Ferry Walintukan membenarkan bahwa insiden penjarahan minimarket itu terjadi di wilayah Tapteng, dan sedang ditangani oleh aparat setempat.
Di lokasi, polisi hanya mampu memantau dari luar toko karena massa sudah terlalu besar dan situasi sangat kacau. Upaya membendung warga gagal, karena dorongan kebutuhan mendesak sangat kuat.
Sementara itu, kondisi beberapa daerah terdampak tetap terisolasi sampai saat ini. Banyak pengungsi belum menerima bantuan logistik sama sekali menimbulkan kekhawatiran akan krisis kelaparan dan berpotensi memicu gangguan sosial lebih lanjut.
Implikasi & Tuntutan Masyarakat
Fenomena penjarahan ini menjadi cerminan dari darurat pangan di wilayah bencana. Warga dan aktivis lokal mendesak pemerintah pusat maupun provinsi untuk segera mempercepat penyaluran bantuan, termasuk membuka akses transportasi ke daerah terisolir.
Beberapa pihak menyuarakan agar status bencana ditingkatkan agar penanggulangan dan distribusi logistik bisa ditangani lebih cepat dan komprehensif.
Jika tidak ditangani segera, situasi bisa berlanjut memburuk: krisis pangan bisa berubah menjadi krisis kemanusiaan, dengan risiko kejahatan sosial meningkat serta potensi masalah kesehatan akibat sanitasi dan gizi buruk. (MIN)
Penulis : Ardi
Editor : Sam











Komentar (0)
Tinggalkan Komentar